1400 Masehi
Tampuk
singgasana Majapahit kini beralih secara damai dari Kusumawardhani
kepada sang adik, Sri Maharatu Dewi Suhita. Selama memerintah Majapahit,
Kusumawardhani lebih banyak bersikap sebagai pertapa, dan kini secara
penuh memilih jadi pertapa bersama sang suami, Wikramawardhana daripada
mengurusi pemerintahan Majapahit. Majapahit semakin kacau sejak
ditinggal mangkat Prabu Hayamwuruk. Takhta Majapahit kini di tangan
seorang wanita yang satu ini benar-benar mewarisi sifat Prabu Hayam
Wuruk yang tidak memiliki seorang putra dari sang Paramesywari, sifatnya
sekeras batu granit. Tidak lama sejak menjadi penguasa Majapahit sikap
kerasnya ditunjukkan dengan perlakuan terhadap sang suaminya sendiri,
Aji Ratna Pangkaya, seorang putra Melayu benar-benar diusirnya dari
istana karena melakukan persekongkolan jahat yang tak dapat ditolerir
lagi terhadap Majapahit.
Sementara itu di saat yang sama
secara kebetulan Armada Tiongkok di bawah pimpinan Laksamana Cheng Ho
berlayar ke selatan dalam jumlah besar dan mengangkut harta-benda dan
kemewahan tak terbatas dari Tiongkok. Cheng Ho seorang yang sangat
cerdas dan licin ini harus diberikan medan laga oleh sang Kaisar, dan
itu lebih baik bila berlaga di luar wilayah Tiongkok. Maka sang Kaisar
tak sayang menganugerahkan apa saja untuk Cheng Ho: prajurit terbaik,
kapal terbaik, perbekalan terbaik, dan kekuasaan penuh dari Kaisar untuk
melakukan apa saja dan di mana saja terdapat penduduk warga Tionghoa.
Dan dengan alasan membela warganegara Tiongkok maka Cheng Ho mulai
menghasut dan mengambil satu demi satu wilayah dan kerajaan bawahan
Majapahit.
Arya Damar dari Palembang berhasil
dilepaskan dari Majapahit, juga Pahang, Singapura, semua dapat tunduk
pada kewibawaan Tiongkok berkat politik kemewahan dan kasak-kusuk Cheng
Ho.
Kerajaan-kerajaan wilayah barat
Majapahit itu pun setuju meminta perlindungan Tiongkok, dan untuk
selamanya lepas dari Majapahit.
Dewi Suhita yang sibuk dan lebih
memikirkan masalah menghadapi ulah Wirabhumi dari Blambangan yang
berminat atas takhta Majapahit tidak bisa berbuat apa-apa dengan segala
kegiatan armada Cheng Ho. Para pimpinan Armada Majapahit sendiri sudah
dalam keadaan semau sendiri dan tak lagi sepenuhnya tunduk dengan
kekuasaan pusat. Mereka tidak lagi dapat dipercayai oleh sang Maharatu
akan menjalankan perintah Majapahit dengan baik. Suhita memilih
menghadapi Wirabhumi dengan kekuatan militer, dia yang telah menghinakan
dengan mengajukan lamaran kepada sang Ratu. Dalam pertempuran antara
Majapahit dan Blambangan, pasukan kedua belah pihak telah melanggar
amanagapa yakni menggunakan dalam pertempuran darat senjata kapal perang
meriam cetbang. Wirabhumi seorang anak dari selir Prabu Hayamwuruk
merasa paling berhak atas takhta Majapahit.
Majapahit harus tetap
dipertahankan sampai titik penghabisan walau kekuasaannya cuma tersisa
hanya dalam istana. Majapahit harus tetap kokoh dengan segala
kehormatannya dan tidak boleh lenyap, begitu tekad Sang Maharatu Suhita,
putri kesayangan Prabu Hayamwuruk.
Suhita mengangkat seorang wanita
cantik menjadi panglima Pasukan Laut Majapahit yang baru. Seorang wanita
tanpa latar belakang karir di bidang militer. Berenang pun ia tak
mampu. Ni Ken Supraba demikian nama jabatan gelar panglima AL Majapahit
dipercaya oleh Sang Ratu dapat menaklukkan hati para pemimpin
gugus-gugus Majapahit yang tersebar di pelosok Nusantara. Kisah wanita
cantik yang naik tampuk kekuasaan tertinggi di Majapahit ini mirip
dengan wanita lain dari Kerajaan Romawi yang juga menduduki puncak
kekuasaan Romawi di saat kerajaan sedang genting, dan gawat.
Beberapa bulan berselang kemudian
Cheng Ho yang menghadap ke istana Majapahit tertegun menghadapi panglima
Majapahit yang baru ini. Tak disangkanya cuma seorang gadis cantik. Dan
Cheng Ho yang sudah dikebiri itu tak dapat menemukan akal bagaimana
menundukkan panglima yang semacam itu. Dalam perundingan di istana
Majapahit tersebut, kedudukan Cheng Ho sederajat dengan Panglima
Majapahit, dan Ratu Majapahit sendiri derajatnya dalam perundingan sama
dengan Kaisar Tiongkok. Baik Sang Maharatu maupun Ni Ken Supraba
pura-pura tidak tahu segala sepak terjang Cheng Ho di luaran sana. Tak
ada pilihan lain. Maksud hati Cheng Ho meminta menghadap penguasa
Majapahit ialah menuntut dan mendorong agar Ratu Majapahit dapat dibujuk
untuk meminta perlindungan dan kekuatan Tiongkok dalam menghadapi
pembangkangan di seluruh wilayah kekuasaan Majapahit, dan terutama
menghadapi pemberontakan Wirabhumi.
Suhita juga tahu Cheng Ho
menggunakan strategi satu kaki di pihak Wirabhumi dan satu lagi
dicobanya di pihak Majapahit. Cheng Ho yang beragama islam dan tidak
pernah terbujuk oleh kecantikan wanita itu sudah diketahui kelemahan dan
kekuatannya oleh petinggi majapahit. Dalam perundingan di hari
selanjutnya Suhita yang mulai ikut bicara cuma menuding Cheng Ho dengan
kata, "Yang Mulia, kami tahu bahwa armada Tiongkok sudah merebut dan
mempengaruhi penguasa Majapahit bawahan kami di semenanjung Melayu dan
Palembang, juga sebagian Kalimantan meminta perlindungan kekaisaran
Tiongkok. Maka kami putuskan bahwa Majapahit tidak akan meminta bantuan
apapun kepada Yang Mulia Dampo Awang sendiri maupun kepada kekaisaran
Tiongkok. Kami sanggup menyelesaikan masalah kami sendiri." Setelah
berucap demikian Suhita langsung mengundurkan diri dan perundingan
dilanjutkan oleh para bawahan.
Lama kelamaan keadaan negara
Majapahit semakin memprihatinkan akibat perang berlarut-larut melawan
Wirabhumi dan juga akibat kerakusan aparat sipil dan militer Majapahit
yang menarik pajak tinggi terhadap rakyat di pedalaman Kalimantan selama
sekian lama sejak Hayam Wuruk mangkat pada 1389 M. Permasalahan itu
terakumulasi menjadi kekacauan besar di masa pemerintahan Maharatu
Suhita.
Sidang Pengadilan rakyat digelar
di pelabuhan Gresik, pelabuhan utama Majapahit, untuk mengadili siapa
saja baik sipil maupun militer yang dianggap korup maupun
menyalahgunakan wewenang kekuasaannya untuk kepentingan pribadi. Jaksa,
hakim, dan perangkat hukum lainnya semuanya saja diangkat langsung oleh
rakyat, tanpa campur tangan pemerintah Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar