Minggu, 12 Februari 2012

Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa

Pada masa terbunuh dan digantinya Jayanagara ini, Odoric dari Pordonone, pendeta ordo Fransiskan dari Italia mengunjungi Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Setelah terbunuhnya Jayanagara, Gajah Mada berkeras Tribhuwanattunggadewi dijadikan ratu Majapahit. Belum ditemukan bukti yang cukup seputar alasan kekerasan hati Gajah Mada atas penunjukan ini.

Namun, dari analisis ras, Gajah Mada mungkin khawatir singgasana akan jatuh pada Arya Damar, keturunan Raden Wijaya dari istri yang asal Jambi. Sementara, Tribhuwanattunggadewi adalah putri keturunan Raden Wijaya asli pulau Jawa. Mungkin saja, opini yang muncul saat itu adalah putra asli atau bukan. Atau, dimungkinkan pula, dengan beralihnya kekuasaan pada ratu ini, Gajah Mada lebih leluasa dalam mengambil tindakan. Konflik suksesi ini terbukti dengan baru dilantiknya Ratu Tribhuwanattunggadewi tahun 1329, sekurang-kurangnya menurut Charles Kimball. Pemimpin perempuan Majapahit ini berkuasa sejak 1329 hingga 1350 M. Pada fase ini, Majapahit memulai fase penaklukannya.

Mahapatih Arya Tadah pensiun tahun 1329 M, dan praktis posisi tersebut jatuh ke tangan Gajah Mada. Tribhuwanattunggadewi sangat mendukung program-program Gajah Mada. Tahun 1331 M meletus pemberontakan Sadeng dan Keta, di wilayah timur Pulau Jawa. Gajah Mada mengirim ekspedisi militer ke sana dan berhasil memadamkan pemberontakan wilayah tersebut. Ra Kembar, salah satu bangsawan dan pejabat Majapahit berusaha menutup jalan pasukan Gajah Mada ke wilayah Sadeng, baik secara politik maupun militer.

Namun, blokade tersebut berhasil ditembus, dan kedua wilayah kembali masuk ke kekuasaan Majapahit, terutama dengan kekuatan militer. Pasca pemberontakan Sadeng dan Keta, Leo Suryadinata menulis Gajah Mada segera diangkat selaku Mahapatih Majapahit. Sumpah Palapa pun diucapkannya saat pelantikan. Sumpah tersebut disambut olok-olok para menteri lain semisal Ra Kembar, Ra Banyak, Jabung Terawas, dan Lembu Peteng. Peristiwa ini terjadi kemungkinan tahun 1331 M itu, di mana Ra Kembar dan Ra Banyak pun (dalam waktu tidak terlalu lama) kemdian dieksekusi mati atas persetujuan ratu, setelah sebelumnya dimutasi.

Bunyi sumpah Gajah Mada ini dikenal sebagai Sumpah Palapa, yang terekam di dalam Kitab Pararaton sebagai berikut : Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa Tahun 1333 M, di sebelah barat kekuasaan Majapahit berdiri Kerajaan Pajajaran dengan pusat di sekitar Bogor.

Kekuasaan dari sebelah barat Majapahit ini, di kemudian hari, juga menentukan karir politik Gajah mada. Kerajaan ini merupakan satu-satunya yang tidak takluk pada Majapahit, dan meski mengirim upeti kepada Majapahit tetapi merdeka dalam hal kebijakan negaranya. Hayam Wuruk lahir dari pernikahan Ratu Tribhuwanattunggadewi dengan suaminya, seorang bangsawan Majapahit. Tahun bernama Wikramawardhana. Suksesi lanjutan Majapahit kiranya relatif aman.

Prediksi stabilitas politik ini pun kiranya membuat politik ekspansi Majapahit menjadi stabil dan fokus. Tahun 1343 M, Gajah Mada melakukan pembuktian sumpahnya dengan menyerang Bali. Bali sendiri bukanlah wilayah yang belum pernah diekspansi kerajaan Jawa sebelumnya. Kira-kira tahun 1284 M, Raja Kertanegara dari Singasari pernah melaklukannya. Ekspedisi Gajah Mada ke Bali ini juga dikenal sebagai Ekspedisi Bedahulu. Saat itu di Bali berkuasa raja Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten, sekurangnya sejak 1337 M. Raja Bali ini punya panglima perang perkasa bernama Amangkubumi Paranggrigis.

Dalam aktivitasnya, Paranggrigis punya seorang pembantu sakti bernama Kebo Iwa, asal desa Belahbatuh. Kebo Iwa inilah yang dinilai Majapahit perlu disingkirkan terlebih dulu guna melemahkan Bali.

Sebelum mengekspansi Bali secara militer, Gajah Mada melakukan diplomasi terlebih dulu. Ratu Tribhuwanattungadewi menulis surat yang dibawa Gajah Mada, bahwa Majapahit hendak bersahabat dengan Bali. Tidak diceritakan apa yang kemudian terjadi, paling tidak, Amangkubumi Paranggrigis kemudian menggantikan posisi Kebo Iwa selaku orang kuat Bali.

Paling tidak, Amangkubumi Paranggrigis 'terpaksa' turun tangan sendiri untuk memimpin posisi Bali atas Majapahit. Amangkubumi Paranggrigis mengumpulkan tokoh-tokoh untuk membahas sikap Bali atas Majapahit. Suara bulat dicapai, bahwa Bali tidak akan tunduk pada Majapahit. Tahun 1334 M, barulah Gajah Mada membawa ekspedisi militer ke Bali. Dalam ekspedisi tersebut, ikut serta Arya Damar (atau Adityawarman) yang saat itu memangku selaku panglima perang. Bali setelah serangan Majapahit, mengalami vacuum of power.

Orang berpengaruh di Bali yang masih hidup saat itu adalah Patih Ulung. Namun, patih ini tidak mampu menguasai keadaan dan sebab itu ia bersama 2 orang keluarganya yaitu Arya Pemacekan dan Arya Pemasekan datang menghadap Ratu Tribhuwanattungadewi untuk mengangkat wakil otoritas Majapahit di Bali. Tribhuwanattungadewi (dan pasti setelah berkonsultasi dengan Gajah Mada) pun mengangkat Sri Kresna Kepakisan (turunan Bali Aga) selaku wakil otoritas Majapahit di Bali. Bali Aga adalah turunan Bali pegunungan, yang kerap dipisahkan dengan Bali Mula (orang Bali asli). Trik politik yang tetap berupaya memecah atau menyeimbangkan orang "dalam" dan orang "luar" Bali agar tetap tunduk pada Majapahit.

Di era yang sama pula, Gajah Mada memimpin upaya penaklukan Lombok. Seperti telah disebut, dalam Ekspedisi Bedahulu 1333-1334 M, Gajah Mada disertai dengan Arya Damar atau Adityawarman. Adityawarman ini kemudian diangkat selaku wakil otoritas Majapahit di Sumatera (eks. Sriwijaya). Adityawarman ini semenjak kecil dipelihara di lingkungan keluarga Majapahit. Setelah penaklukan Gajah Mada, ia pun diangkat selaku vassal Majapahit yang berkedudukan di Jambi. Adityawarman ini masih merupakan saudara dari Jayanagara, raja Majapahit sebelumnya.

Tatkala menjadi vassal Majapahit, Adityawarman memperluas cakupan wilayah Majapahit hingga ke barat, Minangkabau. Ia memerintah atas nama Majapahit. Penaklukan ini diteruskan hingga ke Kerajaan Samudra Pasai. Termasuk ke dalamnya, penaklukan Tumasik (Singapura), Bintan, Borneo (Kalimantan), termasuk Burni (Brunei).

Proses penaklukan Gajah Mada juga diarahkan ke wilayah timur nusantara. Wilayah yang ditaklukannya meliputi Logajah, Gurun, Seram, Hutankadali, Sasak, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Timor, dan Dompo. Bahkan beberapa wilayah Filipina bagian selatan juga masuk ke dalam kekuasaan Majapahit.

Dalam proses penaklukan yang mengandalkan kekuatan maritim ini, Gajah Mada punya andalan Panglima Angkatan Laut Nala. Pada tahun 1350 M, terjadi "lengser keprabon mandeg pandito" Ratu Tribhuwanattunggadewi tahun 1350 M. Ratu digantikan putranya, Hayam Wuruk yang berkuasa 1350 - 1389 M. Kebijakan di bawah Hayam Wuruk ini lebih berorientasi pada stabilitas politik internal, termasuk upayanya mencari permaisuri. Sejumlah tulisan menyuratkan, politik ekspansionis Gajah Mada berakhir di masa Hayam Wuruk ini. Hayam Wuruk lebih menekankan pembangunan candi-candi, pengelolaan politik dalam negeri, dan pemadaman pemberontakan dari wilayah-wilayah taklukan.

source: Seta Basri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar