Wangsa Syailendera penguasa kerajaan
Sriwijaya, wangsa Sanjaya penguasa kerajaan Mataram Hindu dan yang
kemudian pindah ke Timur menjadi kerajaan Kahuripan, wangsa Isyana
penguasa kerajaan Kediri, Singosari, dan wangsa keturunan Arok Dedes
penguasa kerajaan Majapahit -- semuanya memiliki konsep negeri maritim
dan berhasil mempersatukan sebagian maupun seluruh Nusantara yakni
dengan satu jalan membangun kekuatan militer di lautan.
Hindia Belanda masih mengikuti
aturan yang sama membangun kekuatan militer laut sebagai kekuatan
terkuat di Nusantara. Selanjutnya Bung Karno yang pada saat-saat
terakhir masa pemerintahannya sekitar tahun 60-an mulai membangun
angkatan laut dalam upaya mengembalikan Papua maupun Malaya ke pangkuan
ibu Pertiwi.
Bung Karno berhasil menekan Belanda
yang dibuktikan pada foto satelit Amerika Serikat bahwa kekuatan militer
Indonesia sangat besar: kapal-kapal perang berserakan di semua perairan
Nusantara. Belanda tidak cukup waktu untuk mengirimkan armada lautnya
yang berpangkalan di Eropa.
Peta politik tahun 60-an di
Nusantara berhadapan dua kekuatan besar kekuatan politik Partai Komunis
Indonesia melawan kekuatan militer Angkatan Darat. Dua kekuatan ini
bertarung dan hasilnya Bung Karno jatuh bersama-sama dengan pendukungnya
kekuatan laut dan udara. PKI juga musnah sampai ke akar-akarnya.
Sebagai kekuatan pemenang tunggal
adalah Angkatan Darat yang kemudian bersama kekuatan politik
pendukungnya menyebut dirinya Orde Baru.
Orde Baru mencetuskan wawasan
Nusantara yang dibenggoli Angkatan Darat menganggap lautan dan
selat-selat di kepulauan Nusantara adalah sebagai penyambung dari
pulau-pulau besar seolah-olah berbentuk daratan yang berupa perairan.
Konsep pembangunan militer Angkatan
Darat pasti bukan konsep negeri maritim. Dan konsep militer demikian
terus berlangsung sampai sekarang sebagai watak dan warisan kekuasaan
Orde Baru yang terus dilanggengkan. Sekali pernah muncul wawasan negeri
maritim tatkala punjangga Pramoedya Ananta Toer diundang ke istana
negara oleh Gus Dur hanya untuk dimintai paparan mengenai konsep
kekuatan militer maritim dan negeri maritim Nusantara.
Pembelajaran dari sejarah ratusan
tahun yang silam, Kejayaan Nusantara dapat diraih gemilang bila di
Nusantara terdapat kekuatan militer di lautan untuk menangkal invasi
asing dan bukan membangun angkatan darat yang hanya cocok digunakan
untuk memerangi rakyatnya sendiri yang membangkang.
Dan betapa Mataram Sultan Agung yang mengerahkan angkatan darat sebesar duaratus ribu mengepung Batavia pada 1628 tidak berhasil mengusir Belanda yang cuma berjumlah ratusan orang, gara-garanya Sultan Agung belum memiliki kejayaan di lautan dan hanya mengandalkan perang darat besar-besaran dan ditambah perang laut kecil.
Maka selama konsep pembangunan militer Orde Baru yang berorientasi angkatan darat, negeri kecil tetangga Malaysia dan Singapura dapat "ngece" dengan kekuatan maritim mereka yang berdasarkan konsep warisan kerajaan maritim Nusantara yang menganggap Selat Malaka adalah urat nadi kehidupan bagi segenap wilayah Nusantara.
Dan betapa Mataram Sultan Agung yang mengerahkan angkatan darat sebesar duaratus ribu mengepung Batavia pada 1628 tidak berhasil mengusir Belanda yang cuma berjumlah ratusan orang, gara-garanya Sultan Agung belum memiliki kejayaan di lautan dan hanya mengandalkan perang darat besar-besaran dan ditambah perang laut kecil.
Maka selama konsep pembangunan militer Orde Baru yang berorientasi angkatan darat, negeri kecil tetangga Malaysia dan Singapura dapat "ngece" dengan kekuatan maritim mereka yang berdasarkan konsep warisan kerajaan maritim Nusantara yang menganggap Selat Malaka adalah urat nadi kehidupan bagi segenap wilayah Nusantara.
kekuatan maritim NKRI, harus mengembangkan konsep "pengamanan ekonomi pulau pulau terluar Nusantara" .Barulah disebut Orang Indonesia abad 21. Bravo pemuda2 yg punya padangan visi kedepan
BalasHapus