Minggu, 12 Februari 2012

Amazon of The Sea

INDONESIA terkenal bukan hanya jumlah penduduknya yang besar, tetapi juga sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang di tiga zona waktu, dipaku oleh 17.500 pulau, dengan luas terumbu karang 86.700 km2, dan hamparan mangrove 24.300 km2. Melihat kekayaan alam nusantara yang luar biasa, Indonesia memiliki 12 kawasan konservasi yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Dari jumlah penduduk yang mencapai 230 juta jiwa, sebuah fakta bahwa masyarakat Indonesia semakin bergantung pada sumber daya laut, mulai untuk bahan makanan hingga sumber pendapatan sehari-hari. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki tugas penting mengawasi sumber daya tersebut. Di dalamnya termasuk upaya pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan, sekaligus meningkatkan sektor kelautan dan perikanan dengan tujuan utama meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tanah air.
Ironisnya, sumber daya laut Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, ikan yang ada justru habis dicuri nelayan asing. Selain itu, banyak terumbu karang yang hampir punah akibat ketidakpedulian masyarakat dan pemerintah akan kelanggengan ekosistem laut.
Dikaruniai hampir 18 persen terumbu karang dunia, Indonesia berada tepat di tengah “Segitiga Karang”, suatu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut terbanyak. Meskipun penetapan pola kekayaan di Segitiga Karang masih diperdebatkan, hal ini tidak menghalangi adanya kebutuhan mendesak untuk menetapkan prioritas wilayah geografis melakukan aksi dan upaya investasi konservasi strategis di kawasan ini.
Pada Desember 2007, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan komitmen Indonesia pada Inisiatif Segitiga Karang (The Coral Triangle Initiative), sebuah inisiatif dari enam negara terkait dan berbagai donor, untuk mengoptimalkan praktik pengelolaan terumbu  karang di pusat keanekaragaman hayati laut dunia. Indonesia juga telah berhasil  mencapai target ambisius Kawasan Konservasi Laut (KKL) seluas 10.000.000 hektar pada 2010 dan telah menetapkan komitmen selanjutnya untuk menggandakan pencapaian tersebut menjadi seluas 20.000.000 hektar pada 2020.
Karena itu, pemerintah Indonesia sangat memerlukan adanya panduan baru mengenai pembuatan prioritas konservasi keanekaragaman hayati laut, khususnya dalam menunjang rancangan sistem KKL nasional dan jejaring KKL yang efektif.
Berdasarkan data, Indonesia memiliki beberapa tempat yang menjadi prioritas konservasi. Pertama, Papua sebagai wilayah yang keanekaragaman hayatinya cukup tinggi, terumbu karang dengan sejumlah binatang, habitat dan clade (kelompok taksa/jenis yang memiliki sifat yang sama yang diwariskan dari nenek moyangnya) genetik yang sulit ditemukan di daerah lain. Termasuk sejumlah jenis ikan endemik, karang dan stomatopoda, juga merupakan tempat membesarkan anak Paus Sperma, tempat bertelur penyu belimbing Pasifik terluas di dunia, tempat bertelur utama penyu hijau, terdapat pula jenis Paus Bryde penetap (resindent), serta populasi duyung dan buaya muara.
Rendahnya kepadatan populasi manusia di Papua ternyata menambah potensi konservasi di wilayah tersebut. Berbagai kegiatan eksploitasi yang sedang berlangsung dapat meningkatkan urgensi dalam upaya konservasi laut di wilayah ini.
Kedua, Laut Banda. Hal ini didasarkan pada tingginya keragaman jenis dan habitat terumbu karang di sana, termasuk habitat laut dalam yang langka. Laut Banda juga berperan strategis dalam pola arus laut, dan siklus hidup penyu dan jenis cetacean oseanik yang terancam punah seperti Paus biru.
Sebagai cekungan yang sangat dalam, Laut Banda berfungsi memberikan perlindungan bagi terumbu karang selama turunnya tingkat permukaan laut di masa lalu. Di masa depan mungkin ekoregion Laut Banda akan memiliki peran yang sama di mana perubahan iklim global akan memanaskan laut-laut yang dangkal.
Seperti juga di Papua, tingkat kepadatan populasi manusia di Laut Banda relatif rendah. Namun, Laut Banda dipandang mendapat gangguan penangkapan ikan yang berat sehingga menjadikannya status bahaya.
Ketiga, Nusa Tenggara. Selain memiliki, keragaman dan tingkat endemik yang sangat tinggi, Nusa Tenggara berfungsi sebagai koridor migrasi bagi berbagai jenis mahluk laut besar yang bermigrasi (termasuk Cetacean dan jenis ikan pelagis komersial yang penting).
Mereka bergerak antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik melalui berbagai terusan dekat pantai dan laut dalam di antara pulau-pulau. Adanya coldwater upwellings yang terbentuk di sepanjang pesisir Nusa Tenggara bagian Selatan dan dapat menyangga wilayah ini dari perubahan Iklim. Tidak kalah pentingnya adalah, kawasan ini juga memiliki produktivitas primer yang sangat tinggi menjadi dasar bagi rantai makanan yang kaya, dapat menopang kehidupan berbagai jenis ikan pelagis dan cetacean besar, termasuk Paus Biru.
Keempat, Laut Sulawesi/Selat Makassar. Hal ini mengacu pada perannya yang utuh antara lain dalam hubungan dan penyebaran larva melalui Arlindo (Indonesian Throughflow). Infrastruktur dan kapasitas di Taman Nasional Bunaken yang ada di sana seharusnya menjadi dasar pengembangan ukuran-ukuran konservasi tambahan, termasuk pembentukan sebuah jejaring KKL dari utara sampai selatan dan membentuk “koridor penghubung” melalui Laut Sulawesi.
Kelima, Halmahera sebagai prioritas konservasi laut di Indonesia. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dan keragaman habitat, keterwakilan fauna Asia dan Australia. Wilayah ini berperan penting dalam menghubungkan Papua dan Sulawesi. Beberapa pakar menyarankan agar Halmahera seharusnya dilihat sebagai perpanjangan dari Bentang laut Kepala Burung di dalam ekoregion laut Papua.
Keenam, Ekoregion Palawan/Borneo Utara, yang mencakup perairan di Indonesia, Malaysia dan Filipina. Wilayah ini sebagai prioritas konservasi laut di Indonesia. Keanekaragaman hayati di ekoregion ini merupakan bagian dari keanekaragaman hayati ekoregion di sekitarnya, terutama dari Laut Sulawesi/Selat Makassar yang mendapat peringkat lebih tinggi.
Hutan mangrove dan padang lamun yang luas di ekoregion ini sangat mendukung kehidupan Pesut Irrawaddy yang terancam punah, pesut tak bersirip, burung-burung laut dan penyu. Ekoregion ini secara global sangat penting bagi populasi Penyu Hijau dan Penyu Sisik. Bahkan, KKL Berau di Kalimantan Timur telah menjadi  rumah bagi kelompok bertelur Penyu Hijau yang terbesar di Asia Tenggara.
Ketujuh, Sumatera bagian Barat. Daerah tersebut sebagai wilayah ekoregion yang memiliki data keanekaragaman hayati paling kurang di Indonesia. Walaupun keanekaragaman hayati tidak disurvei dengan baik, kebanyakan para pakar setuju bahwa Sumatera bagian Barat merupakan rumah bagi pertumbuhan terumbu karang yang terbaik dan berbagai tipe habitat terumbu karang terluas di sepanjang pantai Samudera Hindia (Indonesia). Dari perspektif keragaman genetik, Sumatera bagian Barat diyakini menempati tempat kedua terpenting setelah Papua.
Wilayah ini juga memiliki jenis dengan silsilah genetik berbeda yang tidak dijumpai di manapun di Indonesia. Seluruh enam jenis penyu yang dijumpai di Indonesia mencari makan dan bertelur di sini, walaupun pola-pola penggunaan ruang antar mereka tidak banyak diketahui. Ekoregion ini diberi peringkat sebagai wilayah dengan prioritas paling mendesak untuk menjadi target lokasi survey agar mendapatkan pemahaman lebih baik akan status keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya. Banyak diantara pakar yang ada yang memberikan catatan bahwa peringkat kawasan ini berpotensi untuk naik bila dilakukan survey lebih lanjut.
Kedelapan, Ekoregion Timur Laut Sulawesi/Teluk Tomini. Wilayah ini menjadi prioritas geografis konservasi keanekaragaman hayati laut. Hal ini, berdasarkan tingginya keanekaragaman hayati, clade genetik yang berbeda dan taksa endemik, terutama di Kepulauan Togean.
Perwakilan keanekaragaman hayati Teluk Tomini sudah tercakup dalam sebagian besar kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Togean yang dideklarasi baru-baru ini. Pemerintah provinsi saat ini tengah membahas rencana untuk melakukan kerjasama dalam melakukan pengelolaan zona pesisir terpadu di kawasan yang unik ini.
Kesembilan, Ekoregion Dangkalan Sunda/Laut Jawa menempati peringkat untuk prioritas konservasi laut di Indonesia. Wilayah ini dicirikan dengan terumbu karang tepi yang baru terbentuk sejak akhir jaman es, dengan kekayaan jenis yang relatif rendah dan hampir tidak ditemukan organisme endemik. Faktor penekan utama, antara lain aliran air tawar, aliran sedimentasi yang masuk, dan dampak anthropogenik. Meskipun demikian, wilayah ini tetap menjadi lokasi mencari makan dan bertelur yang penting untuk Penyu Hijau dan Penyu Sisik, dan mungkin tempat bertelur penting bagi Penyu Sisik di Asia Tenggara yang terletak di Kepulauan Anambas dan Natuna.
Ekoregion ini juga merupakan rumah dari hamparan mangrove yang penting. Bahkan burung-burung yang bermigrasi di sepanjang pesisir Timur Sumatera menggunakan Dangkalan Sunda/Laut Jawa. Meskipun wilayah ini miskin akan jenis biota yang berasosiasi dengan terumbu karang, tetapi memiliki keragaman jenis fauna lunak yang tinggi, termasuk stomatopoda dan infauna bentuk lain.
Kesepuluh, Laut Arafura sebagai prioritas konservasi laut di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tingkat pertumbuhan terumbu karang di sana rendah, karena itu berpengaruh pada keanekaragaman hayati baik secara genetik maupun taksonomi. Namun demikian, beberapa tegakan mangrove yang paling beragam dan paling luas di dunia dapat dijumpai di sepanjang pesisir Selatan Papua. Mangrove ini umumnya miskin variabilitas habitat tetapi secara global memiliki peran penting bagi komunitas mangrove dan lamun dalam mendukung kehidupan burung-burung laut, ikan duyung, penyu, buaya muara, hiu paus dan mungkin hiu gergaji yang terancam punah. Paparan luas yang dangkal dan memiliki pantai berhutan ini diyakini sebagai habitat utama dan belum terganggu untuk jenis Cetacean pesisir.
Laut Arafura juga merupakan salah satu rumah yang sangat penting bagi kelompok bertelur Penyu Hijau di Indonesia (di Kepulauan Aru), dan merupakan tempat mencari makan penting bagi Penyu Sisik, Penyu Lekang dan mungkin Penyu Pipih yang bermigrasi. Namun, kawasan ini belum dikenal dengan baik, amat penting untuk melakukan survei lebih lanjut.
Kesebelas, Jawa bagian Selatan merupakan peringkat untuk prioritas konservasi laut di Indonesia. Seperti telah umum diketahui, wilayah ini miskin kekayaan jenis, di mana semua jenisnya dapat juga ditemukan di ekoregion Sumatera bagian Barat sampai ke ekoregion Nusa Tenggara. Di mana keduanya mendapat prioritas yang lebih tinggi. Kondisinya yang sangat curam, tutupan terumbu karangnya rendah, energi gelombang yang tinggi dan dasar lautnya bergelombang telah membatasi kegiatan perikanan di wilayah ini.
Kendati demikian, kegiatan perikanan di kawasan pesisir masih dapat dilakukan dengan intensitas yang tinggi. Kawasan ekoregion ini sangat penting bagi penyu (hijau, sisik, belimbing dan lekang yang bertelur di sepanjang pantai Jawa bagian Selatan), dan laguna Cilacap/Segera Anakan yang secara lokal sangat berarti bagi tegakan mangrove yang juga penting bagi jenis burung-burung laut.
Keduabelas, Selat Malaka mendapat peringkat terendah untuk prioritas konservasi laut di Indonesia. Namun, ekoregion ini merupakan habitat perairan dangkal unik yang secara global penting bagi banyak jenis burung laut, dan menjadi koridor yang berpotensi untuk penyebaran fauna antara Indonesia dengan Samudera Hindia bagian Timur. Namun, kawasan ini juga sangat miskin akan keragaman terumbu karang dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, sedimentasi, dan polusi karena lokasinya dekat dengan pusat populasi besar dan jalur pelayaran di Selat Malaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar