Minggu, 12 Februari 2012

Gadjah Mada, Sang Leadership Legendaris

Gadjah Mada, Sosok Leadership Kuno
(disarikan dari 18 rahasia sukses pemimpin besar Nusantara karangan Bhre Tandes)

Di era demokrasi sekarang ini, semakin banyak berhamburan janji-janji yang seakan diobral demi penjualan harga diri sehingga akhirnya para konstituen akan memilihnya sebagai wakil dari mereka dan kemudian dilupakan.
Berabad-abad sebelumnya, kondisi serupa juga terjadi di Negara Majapahit.
Puncak kejayaan Majapahit saat dipimpin seorang Mahapatih Agung yang bernama Gadjah Mada.

Seakan berabad-abad lampau, pola-pola manajemen sebenarnya sudah tertanam dan berakar kuat di bumi Nusantara ini. Mahapatih Agung telah menerapkan konsep tersebut dengan mewujudkan Negara Majapahit yang memiliki kekuasaan hingga semenanjung Asia Selatan dan terkenal hingga daratan Tiongkok dan sekitarnya.

Para CEO modern saat ini, pada umumnya memiliki ciri-ciri : Bervisi kuat, mampu menerjemahkan visi menjadi misi yang jelas, menjalankan misi dengan strategi yang mantap, piawai menjalankan program aksi sebagai manifestasi dari tujuan menjadi kenyataan.
Mahapatih Agung tidak hanya seorang idealis yang keliatannya utopis, namun mampu mewujudkan tekadnya itu sebagai sebuah kejayaan.

Mahapatih Agung tidak hanya piawai dalam konsep manajemen, tetapi juga ahli politik. Tetapi tidak serta merta karena keahliannya bersiasat, bertaktik kemudian dinamai politisi. Namun sesungguhnya Gadjah Mada adalah seorang negarawan sejati.
Seorang negarawan cenderung berpikir dan bertindak untuk serta atas nama dan demi kepentingan bangsa dan negara. Sementara politisi dalam siasatnya cenderung berpikir dan bertindak untuk dan atas nama kepentingan pribadi yang diselubungi dalam kepentingan golongan, kelompok, dan partainya.
Negarawan Gadjah Mada berpikir dan bertindak semata-mata demi kepentingan Majapahit sebagai negara, bangsa, dan rakyat yang dicintainya. Gadjah Mada tidak hanya mengobral janji dan bualan retorika kosong saja, melainkan membuktikan janji dan retorikanya tadi dalam karya nyata dari tekad dan kemauan membangun negara demi kejayaan bangsa. Bukan membohongi, membuali, dan meninabobokan rakyat dengan janji-janji kampanye semata.

Namun karena “kegilaannya” akan ekspansionis yang dianutnya sebagai bukti mewujudkan kejayaan Negara Majapahit, pada akhirnya ia pun rela menjadi martir dalam Peristiwa Bubat. Ekspansionisme ini merupakan kegandrungannya akan mewujudkan satu kesatuan nusantara di bawah kedaulatan Majapahit, suatu keinginan yang mendasari rasa nasionalisme Gadjah Mada.

Bagaimana seorang Gadjah Mada menjalani kehidupannya ?
Ia menjauhi diri dari segala kehidupan kemewahan, borjuis, hedonis, melainkan menyatu dalam kesahajaan dan ketaatan kepada Tuhan Sang Maha Pencipta. Rajin melakukan olah kebatinan, saat bertirakat menyerahkan dirinya ke dalam lingkup yang lebih pribadi dengan Sang Maha Pencipta. Kemewahan duniawi hanyalah belenggu yang membatasinya mencapai kebahagiaan sejati dan menutup penglihatannya akan kebenaran hakiki. Gadjah Mada mempunyai visi religi yang menitikberatkan tujuan akhir hidupnya untuk bersatu kembali dengan Sang Hyang Widhi Sang Pencipta. Berlandaskan tujuan akhir tersebut, seluruh kerja karya dan karsanya diabdikan dalam kerangka menjangkau keberadaan-Nya. Melalui model ini, Gadjah Mada mampu bekerja tanpa pamrih sehingga menjadi pemimpin yang pantas diteladani.

Keunikan lainnya, Gadjah Mada bukan keturunan aristokrat atau titisan darah trah penguasa yang dilahirkan dan memiliki hak otomatis mewarisi kekuasaan atas orang lain, melainkan ia berasal dari kalangan jelata, rakyat biasa yang tidak pernah berharap bisa menjadi Penguasa.

Karir puncaknya selaku Pemimpin dijalani dan dilalui dengan proses kerja keras yang tak kenal lelah, tumbuh menjadi profesionalisme, merangkak dari bawah ke puncak perlahan-lahan tahap demi tahap dengan tidak mengandalkan kolusi dan nepotisme melainkan karirnya dibangun dengan prestasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar