Gadjah Mada, Sosok Leadership Kuno
(disarikan dari 18 rahasia sukses pemimpin besar Nusantara karangan Bhre Tandes)
Di
era demokrasi sekarang ini, semakin banyak berhamburan janji-janji yang
seakan diobral demi penjualan harga diri sehingga akhirnya para
konstituen akan memilihnya sebagai wakil dari mereka dan kemudian
dilupakan.
Berabad-abad sebelumnya, kondisi serupa juga terjadi di Negara Majapahit.
Puncak kejayaan Majapahit saat dipimpin seorang Mahapatih Agung yang bernama Gadjah Mada.
Seakan
berabad-abad lampau, pola-pola manajemen sebenarnya sudah tertanam dan
berakar kuat di bumi Nusantara ini. Mahapatih Agung telah menerapkan
konsep tersebut dengan mewujudkan Negara Majapahit yang memiliki
kekuasaan hingga semenanjung Asia Selatan dan terkenal hingga daratan
Tiongkok dan sekitarnya.
Para CEO modern saat ini, pada umumnya
memiliki ciri-ciri : Bervisi kuat, mampu menerjemahkan visi menjadi misi
yang jelas, menjalankan misi dengan strategi yang mantap, piawai
menjalankan program aksi sebagai manifestasi dari tujuan menjadi
kenyataan.
Mahapatih Agung tidak hanya seorang idealis yang
keliatannya utopis, namun mampu mewujudkan tekadnya itu sebagai sebuah
kejayaan.
Mahapatih Agung tidak hanya piawai dalam konsep
manajemen, tetapi juga ahli politik. Tetapi tidak serta merta karena
keahliannya bersiasat, bertaktik kemudian dinamai politisi. Namun
sesungguhnya Gadjah Mada adalah seorang negarawan sejati.
Seorang
negarawan cenderung berpikir dan bertindak untuk serta atas nama dan
demi kepentingan bangsa dan negara. Sementara politisi dalam siasatnya
cenderung berpikir dan bertindak untuk dan atas nama kepentingan pribadi
yang diselubungi dalam kepentingan golongan, kelompok, dan partainya.
Negarawan
Gadjah Mada berpikir dan bertindak semata-mata demi kepentingan
Majapahit sebagai negara, bangsa, dan rakyat yang dicintainya. Gadjah
Mada tidak hanya mengobral janji dan bualan retorika kosong saja,
melainkan membuktikan janji dan retorikanya tadi dalam karya nyata dari
tekad dan kemauan membangun negara demi kejayaan bangsa. Bukan
membohongi, membuali, dan meninabobokan rakyat dengan janji-janji
kampanye semata.
Namun karena “kegilaannya” akan ekspansionis
yang dianutnya sebagai bukti mewujudkan kejayaan Negara Majapahit, pada
akhirnya ia pun rela menjadi martir dalam Peristiwa Bubat.
Ekspansionisme ini merupakan kegandrungannya akan mewujudkan satu
kesatuan nusantara di bawah kedaulatan Majapahit, suatu keinginan yang
mendasari rasa nasionalisme Gadjah Mada.
Bagaimana seorang Gadjah Mada menjalani kehidupannya ?
Ia
menjauhi diri dari segala kehidupan kemewahan, borjuis, hedonis,
melainkan menyatu dalam kesahajaan dan ketaatan kepada Tuhan Sang Maha
Pencipta. Rajin melakukan olah kebatinan, saat bertirakat menyerahkan
dirinya ke dalam lingkup yang lebih pribadi dengan Sang Maha Pencipta.
Kemewahan duniawi hanyalah belenggu yang membatasinya mencapai
kebahagiaan sejati dan menutup penglihatannya akan kebenaran hakiki.
Gadjah Mada mempunyai visi religi yang menitikberatkan tujuan akhir
hidupnya untuk bersatu kembali dengan Sang Hyang Widhi Sang Pencipta.
Berlandaskan tujuan akhir tersebut, seluruh kerja karya dan karsanya
diabdikan dalam kerangka menjangkau keberadaan-Nya. Melalui model ini,
Gadjah Mada mampu bekerja tanpa pamrih sehingga menjadi pemimpin yang
pantas diteladani.
Keunikan lainnya, Gadjah Mada bukan keturunan
aristokrat atau titisan darah trah penguasa yang dilahirkan dan memiliki
hak otomatis mewarisi kekuasaan atas orang lain, melainkan ia berasal
dari kalangan jelata, rakyat biasa yang tidak pernah berharap bisa
menjadi Penguasa.
Karir puncaknya selaku Pemimpin dijalani dan
dilalui dengan proses kerja keras yang tak kenal lelah, tumbuh menjadi
profesionalisme, merangkak dari bawah ke puncak perlahan-lahan tahap
demi tahap dengan tidak mengandalkan kolusi dan nepotisme melainkan
karirnya dibangun dengan prestasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar